Desde el 18 de agosto de 2010, debes registrarte para editar páginas. (salvo Rodovid Engine).

13. Raden Patah / Panembahan Jin Bun (Raden Praba) n. 1455 d. 1518

De Rodovid ES

Persona:25683
Linaje (al nacer) Brawijaya V
Sexo Masculino
Nombre completo 13. Raden Patah / Panembahan Jin Bun
Otros apellidos Raden Praba
Otros nombres Adipati Notopraja
Padres

Bhre Kertabhumi/ Wijaya Parakramawardhana / Raden Alit (Brawijaya V) [Majapahit Rajasa] d. 1478

Siu Ban Ci / Wandan Sari [Siu]

Wiki-page wikipedia:Raden_Patah
[1]

Acontecimientos

1455 nacimiento: Palembang

nace:: R. Soerjo [?]

nace:: Pangeran Sekar Seda Lepen / Raden Kikin [Raden Patah]

nace:: Ratu Ayu Nyawa / Ratu Ayu Wulan [Brawijaya V]

nace:: Ario Menak Senojo [Brawijaya V]

nace:: Raden Alit / Pangeran Sekar / Pangeran Pamekas [?]

nace:: Ψ 1st Decendant of Sultan Demak [Demak]

nace:: 3.4.1.2. Ratu Pambayun / Nyai Pembaya [Brawijaya V]

nace:: Pangeran Sabrang Lor / Dipati Unus (Raden Surya) [Brawijaya V] d. 1521

matrimonio: 11.1.5. Raden Siti Murtasimah / Asyiqah [Azmatkhan]

matrimonio: Puteri Bupati Jipang Panolan [Jipang]

matrimonio: Putri Dari Randu Sanga [Randu Sanga]

1475 hasta 1518 título: Demak, Sultan Bintoro Demak I bergelar Sultan Syah Alam Akbar Al Fattah

1518 defunción: Demak

1521 nace:: 3.4.1.1. Pangeran Hadipati Trenggono [Demak] n. 1521 d. 1548

Notas

Raden Patah

Adipati Raden Patah alias Jin Bun bergelar Senapati Jimbun[1] atau Panembahan Jimbun[2](lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518. Menurut kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Cina. Jin Bun artinya orang kuat.[3] Nama tersebut identik dengan nama Arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan. Pada masa pemerintahannya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana.

Mengikuti pakar Belanda Pigeaud dan De Graaf, sejarahwan Australia M. C. Ricklefs menulis bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po (Pate Rodin senior). Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim (Adipati/Patih Rodim)", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504). Putera atau adik Rodim dikenal dengan nama Trenggana (bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), pembangun keunggulan Demak atas Jawa.

Kenyataan tokoh Raden Patah berbenturan dengan tokoh Trenggana, raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.


Asal-usul Raden Patah

Terdapat berbagai versi tentang asal-usul pendiri Kerajan Demak.

Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Cina. Selir Cina ini puteri dari Kyai Batong (Ma Hong Fu). Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden Kusen.

Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi alias Brawijaya V) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Cina. Kemudian selir Cina diberikan kepada seorang berdarah setengah Cina bernama Swan Liong di Palembang. Swan Liong merupakan putra Yang-wi-si-sa (alias Hyang Purwawisesa atau Brawijaya III) dari seorang selir Cina. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San. Kronik Cina ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478). Menurut Slamet Muljana (2005), Babad Tanah Jawi teledor dalam mengidentifikasi Brawijaya sebagai ayah Raden Patah sekaligus ayah Arya Damar, yang lebih tepat isi naskah kronik Cina Sam Po Kong terkesan lebih masuk akal bahwa ayah Swan Liong (alias Arya Damar) adalah Kung-ta-bu-mi alias Brawijaya III, berbeda dengan ayah Jin Bun (alias Raden Patah) yaitu Yang-wi-si-sa alias Brawijaya V.[3]

Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Cina adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong.

Menurut Suma Oriental karya Tome Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah di Gresik.

Menurut Sejarah Banten, Pendiri Demak bernama Cu Cu, putra mantan perdana menteri Cina yang pindah ke Jawa. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang.

Meskipun terdapat berbagai versi, namun diceritakan bahwa pendiri Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, Cina, Gresik, dan Palembang.


Pendirian Demak

Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.

Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.

Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.

Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro).


Konflik Demak dan Majapahit pada Masa Raden Fatah

Versi Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya moksa dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.

Versi Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap dan dipindahkan ke Demak secara hormat. Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan Demak dengan dipimpin seorang Cina muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.

Versi Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan Prof. Moh. Yamin dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu Girindrawardhana. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI, Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena Patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VII. Perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VII bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V. [4]

Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.

Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.

Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.


Pemerintahan

Apakah Raden Patah pernah menyerang Majapahit atau tidak, dia diceritakan sebagai raja pertama Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, sedangkan menurut Serat Pranitiradya, bergelar Sultan Syah Alam Akbar, dan dalam Hikayat Banjar disebut Sultan Surya Alam.

Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya "Sang Pembuka", karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.

Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.

Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.

Tome Pires dalam Suma Oriental memberitakan pada tahun 1507 Pate Rodin alias Raden Patah meresmikan Masjid Agung Demak yang baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama Pate Unus bupati Jepara menyerang Portugis di Malaka.

Tokoh Pate Unus ini identik dengan Yat Sun dalam kronik Cina yang diberitakan menyerang bangsa asing di Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, Pate Unus adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah putra Jin Bun. Kedua berita, baik dari sumber Portugis ataupun sumber Cina, sama-sama menyebutkan armada Demak hancur dalam pertempuran ini.

Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Ia digantikan Yat Sun sebagai raja selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lor.


Keturunan Raden Patah

Menurut naskah babad dan serat, Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.

Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep.

Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.

Kronik Cina hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.

Dalam Suma Oriental, Tomé Pires menulis bahwa Pate Rodin memiliki putera yang juga bernama Pate Rodim, dan menantu bernama Pate Unus. Berita versi Portugis ini menyebut Pate Rodin Yunior lebih tua usianya dari pada Pate Unus. Dengan kata lain Sultan Trenggana disebut sebagai kakak ipar Pangeran Sabrang Lor.


Kepustakaan

1.menurut Babad Tanah Jawi 2.menurut Serat Kanda 3.a b (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). PT LKiS Pelangi Aksara.

Fuentes

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Raden_Patah -

Desde los abuelos hasta los nietos

Abuelos
Manggalawardhani / Bhre Tanjungpura (Dyah Suragharini / Putri Junjung Buih)
matrimonio: Raden Rajasawardhana Dyah Wijayakumara/ Brawijaya II
título: 1447, Menurut prasasti Waringin Pitu, Dyah Wijayakumara memiliki istri bernama Manggalawardhani Bhre Tanjungpura. Dari perkawinan itu lahir dua orang anak, yaitu Dyah Samarawijaya dan Dyah Wijayakarana.
Abuelos
Padres
Girishawardhana Dyah Suryawikrama / Bhra Hyang Purwawisesa (Dyah Suryawikrama / Brawijaya III)
título: 1456 hasta 1466, Prabu Majapahit XI bergelar Brawijaya III
defunción: 1466
Padres
 
== 3 ==
14. R. Bondan Kejawan / Ki Ageng Tarub III (Ki Lembu Peteng)
nacimiento: Anak No.14 dari Brawijaya V Jurumertani sudah pada waktunya untuk mengirim Pajak Hasil Bhumi ke Kerajaan, dalam perjalanannya di ikuti oleh Bondan, yang tidak diketahui Jurumertani, Sesampainya di Kerajaan menyerahkan Pajakhasil Bumi, kemudian menghadap sang Prabu, Namun mendadak terdengan suara Gong Berbunyi, mengejutkan Sang Prabu dan seluruh isi kerajaan termasuk Jurumertani, setelah dikejar tertangkaplah seorang anak "Bondan", dan diserahkan pada sang Prabu, melihat kejadian itu Jurumertani terbelalak KAGET, dan menghampiri Prabu sambil berbisik Itu adalah Putera-sang Prabu. Sang Prabu menatap wajah si Bondan dengan seksama, kemudian penasehat spirituil Kerajaan menhampiri Sang Prabu berkata, Anak turun dari Anak itu (Bondan) akan menjadi Raja-raja ditanah jawa
nacimiento: Petilasan Makam dari Bondan Kejawan ada : 3 Tempat yaitu : 1. Desa Taruban-Purwodadi, dari kota Purwodadi ke arah Blora Km 13 ada perempatan belok Kanan 2km ada Situs yang dikelola oleh Kasunanan Surakarto, dsisin ada makam Ki Ageng Tarub I, dan R Bondan Kejawan ( Ki Ageng Tarub II) 2. 1 Km dari sini ( Ds Taruban ) arah ke perempatan ada Tandingan seolah-olah Makam Bondan Kejawan 3. Sebelah barat Kota Yogya ( Jl Wates dkt SPBU) ada dusun Kejawen disana ada makan Bondan Kejawan Pahlawan Majapahit
matrimonio: Retno Dewi Nawangsih
matrimonio:
matrimonio: Retno Dewi Nawangsih
3.4.2. Raden Kusen / Pangeran Pamalekaran (Arya Abdillah)
título: Adipati Terung, Adipati Terung / Bupati Teterung
17. Puteri Hadi / Putri Ratna Marsandi
nacimiento: anak No 17 dari Bhre Kertabhumi ( Brawidjaja V ), suami dari Juru Paniti
matrimonio: Juru Paniti
11. Raden Sudjana / Lembu Niroto
título: Adipati Blambangan
Raden Jaka Dhalak
nacimiento: Diputus : 25677
Hario Dewa Ketul
ocupación laboral: Bali, Adipati di Bali
Raden Jaka Lawu
defunción: Java, Indonesia, Mount Lawu
13. Raden Patah / Panembahan Jin Bun (Raden Praba)
nacimiento: 1455, Palembang
matrimonio: 11.1.5. Raden Siti Murtasimah / Asyiqah
matrimonio: Puteri Bupati Jipang Panolan
matrimonio: Putri Dari Randu Sanga
título: 1475 hasta 1518, Demak, Sultan Bintoro Demak I bergelar Sultan Syah Alam Akbar Al Fattah
defunción: 1518, Demak
== 3 ==
Hijos
3.4.1.1. Pangeran Hadipati Trenggono
nacimiento: 1521
título: < 1546, Demak, Sultan Demak III bergelar Sultan Alam Akbar III
defunción: 1548
Pangeran Sabrang Lor / Dipati Unus (Raden Surya)
título: 1518, Sultan Demak II
defunción: 1521
5.1.1.1. Maulana Sayyid Fathahillah / Pangeran Jayakarta I (Pangeran Pasai)
título: Sultan Cirebon III (1568-1570) Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
matrimonio: 3.4.1.2. Ratu Pambayun / Nyai Pembaya
matrimonio: Nyai Ratu Ayu
Hijos
Nietos
3.4.1.1.3. Sunan Prawoto I
título: 1546 hasta 1549, Demak
defunción: 1549, Demak
Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar
nacimiento: Level 1 = Putera ke 11 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro
matrimonio: Ratu Mas Pambayun
matrimonio: Ratu Mas Pambayun
Ratu Mas Pambayun
nacimiento: Level 1 = Putera ke 2 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro
matrimonio: Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar
matrimonio: Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar
3. Sunan Prawoto / Panembahan Prawoto I (Sultan Mukmin)
matrimonio:
título: 1546 hasta 1549, Demak Bintoro, Sultan Demak IV
defunción: 1549, Demak Bintoro
Pangeran Kalinyamat / Pangeran Toyib / Pangeran Tanduran / Tjie Bin Tang
nacimiento: * Masyarakat Jepara menyebut nama asli: Win-tang * Versi lain berasal dari Aceh Nama aslinya: Pangeran Toyib, putra Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528).
matrimonio: 5. Retna Kencana / Ratu Mas Kalinyamat
defunción: 1549, Mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang.
5. Retna Kencana / Ratu Mas Kalinyamat
nacimiento: 1514, Demak Bintoro
matrimonio: Pangeran Kalinyamat / Pangeran Toyib / Pangeran Tanduran / Tjie Bin Tang
título: 10 abril 1527 hasta 1536, Jepara, Kanjeng Ratu Kalinyamat
defunción: 1579, Jepara, Dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
9. Pangeran Timur / Pangeran Mas Kumambang (Rangga Jumena)
título: Panembahan Mas -
ocupación laboral: 18 julio 1568 hasta 1586, Bupati Madiun Ke 1, Hari jadi Kabupaten Madiun
Pangeran Arya Mataram-Jipang (Prince)
título: Jipang _ akhir Kerajaan Demak
14.1.1.1. Panembahan Maulana Hasanuddin
nacimiento: 1478, Cirebon
matrimonio: 3.4.1.1.3. Ratu Ayu Kirana
título: 1552 hasta 1570, Sultan Banten I
defunción: 1570, Banten
Ki Ageng Pandanaran [Br.6.1.1] (Pangeran Made Pandan)
nacimiento: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 : http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-beliau.html
matrimonio: 3.4.1.1.4. Ratu Mas Mantingan
3.4.1.1.5. Ratu Mas Kalinyamat
defunción: 1579, Mantingan
2. Panembahan Losari
nacimiento: 1518
Pangeran Kesatriyan
nacimiento: 1516
Nietos

Herramientas personales
Otros idiomas